Tema Anti Mainstream

Topsy.fr


Sepekan itu menjadi pekan yang super sibuk dan sangat meguras pikiran serta tenaga. Tentu saja, karena sepekan itu seluruh siswa kelas 12 sedang menghadapi ujian praktek berbagai macam mata pelajaran, dalam rangkaian ujian menuju kelulusan. Peraturan dari setiap praktek pun berbeda. Ada yang bersifat individual, kelompok, bahkan satu kelas. Mengatur waktu sebaik mungkin adalah tugas utama masing-masing siswa.

Tidak terlalu sulit bila berdiskusi dengan kelompok, sebab jumlah anggota yang sedikit memudahkan untuk berkomunikasi, walaupun pasti ada perbedaan pendapat tapi minim perdebatan panjang. Bisa dibayangkan bagaimana berdiskusi dengan satu kelas. Susahnya minta ampun! Isi kepala masing-masing siswa memiliki sudut pandang yang berbeda, banyak yang ingin pendapatnya diterima dengan mulus. Dan ya, tidak sedikit pula yang bodo amat dengan diskusi tersebut, bahkan membuat forum dalam forum. Hanya untuk menentukan tema dan jenis pertunjukan, bahkan seharian pun tidak cukup.

Setelah sekian lama menentukan, akhirnya dapatlah sebuah tema, jenis pertunjukan, dilanjutkan melaksanakan persiapan serta latihan.  Dua tahapan terakhir menjadi tantangan terberat. Sering terjadi miss komunikasi. Bekerja dalam tim tentu ada yang memimpin. Tidak jarang sang pemimpin emosi karena pekerjaan timnya tidak sesuai harapan.

Tugas praktek dari mata pelajaran Seni & Budaya memang paling beda dari yang lain. Dalam praktek kali ini setiap kelas harus melaksanakan acara layaknya Event Organizer (EO). Maka dari itu kekompakan sangat diuji. Sebuah pertunjukkan tidak bisa berjalan hanya karena tangan satu siswa, tidak bisa juga dengan sebagian lainnya, tapi menyeluruh satu kelas.

Kelasku mengambil tema yang tidak biasa serta mengadakan sebuah acara yang paling nyentrik dibandingkan kelas lain. Bahkan sempat dilarang oleh para guru, dan terancam tidak diterima proposalnya, mengingat takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Horror! Yup, tema horror menjadi kesepakatan kami, dengan alasan ingin tampil beda dan mencetak sebuah kenangan yang mungkin sangat mudah diingat. Sebab belum pernah angkatan sebelumnya yang mengusung tema tersebut. Mungkin mereka satu pikiran dengan para guru.

Sempat tergoyahkan karena bertubi-tubi pendapat mengahmpiri kelasku. Mustahil jika harus merombak semua dari awal, dengan persiapan yang sudah berjalan 40%, dead line pun sudah dekat. Akhirnya melalui musyawarah dengan guru Seni serta beberapa guru yang lain, kami dipersilahkan menyukseskan acara yang sudah kami usung.

Setiap hari pulang sore mendekati magrib. Lelah, pusing, dan sempat frustasi saat material utama untuk kelancaran acara, sampai H-4 pun tidak kunjung ditemukan. Kelasku akan menampilkan sebuah drama dengan tema horror. Pentas drama hal yang sangat biasa. Walaupun dengan tema horror sekalipun. Tetap saja membutuhkan latihan yang luar biasa capeknya. Tidak berhenti di situ, untuk memuaskan penonton kami menyuguhkan pertunjukan yang menjadi latar belakang dari cerita drama yang kami buat.

Dalam drama, kisah yang diceritakan sungguh tragis. Dan berakhir dengan manusia-manusia yang mati secara mengenaskan, ulah dari iblis yang bersarang di sebuah sekolah. Sebagai ajang uji nyali juga, kami membuat replika sekolah yang dianggap angker. Dengan istilah lain, rumah hantu. Siapa yang tidak bergidik mendengar hal itu? Tapi rasa penasaran telah menyelimuti pikiran para penonton, sehingga rasa takutnya tersamarkan. Ide inilah yang sebelumnya memperoleh banyak larangan dari guru maupun teman seangkatan. Tekad kami hanya ingin menampilkan sesuatu dengan nuansa berbeda dan memberikan hiburan terbaik.  

Kami juga tidak menyangka antusiasme dari teman-teman maupun adik kelas begitu tinggi. Karena mereka berduyun-duyun datang untuk menyaksikan hiburan yang tidak biasa, dengan memperoleh tiketnya terlebih dahulu.

Pengunjung yang ingin merasakan sensasi rumah hantu, masuk secara bergantian. Tiap grup yang masuk terdiri dari 5-7 orang. Akan kuacungi jempol jika ada yang berani masuk sendirian, kecuali panitia. Reaksi yang kami dengar bermacam-macam, yang paling dominan adalah,

“AAAAAAAAAaaaaaaaaaaaaaaaaaa!”

Juga reaksi yang kami lihat setelah muncul dari pintu keluar. Kebanyakan muka mereka pucat! Sempat tergelitik hati ini melihat para pengunjung yang sudah berani masuk meskipun tahu apa yang akan terjadi pada mereka. Ada juga yang tertawa dengan keringat mengucur, pengunjung tipe itu sepertinya hanya berlagak stay cool. Sampai ada pula yang menangis jejeritan. Semakin gelilah hati ini, bahkan aku terpingkal melihat mereka. Seakan kerja keras yang sudah dilalui terbayar lunas.

Saat semua pengunjung sudah habis, tiba-tiba temanku mengajakku untuk masuk ke dalam. Kupikir untuk mengambil sesuatu, ternyata ia berniat sebagai pengunjung. Aku mengiyakan ajakannya, toh hantu yang bersemayam di ruang tersebut adalah teman-temanku yang sedang bersandiwara. Jadi tidak ada rasa takut menyelinap di hatiku.

Dengan bersemangat aku masuk ke dalam ruangan tersebut. Tak kusangka gelap gulita! Kami berempat masuk, dengan aku di posisi ketiga, sedang teman dibelakangku menjadi buntutnya. Ia memelukku dengan erat. Kita harus mengikuti jalur yang sudah dipasang sebelumnya menggunakan tirai layaknya labirin. Dan di setiap labirin kita akan disapa oleh teman-teman dengan wujud yang berbeda.

Walaupun tidak ada udara yang bisa masuk, karena ventilasi dan segala macam yang mengundang cahaya telah diblokir, hawa di dalam cukup dingin. Karena kipas angin yang kami sediakan disetting dengan kecepatan tertinggi. Harum melati yang semerbak, akibat bulir-bulir parfum yang telah disemprotkan menguap. Belum membuat nyaliku ciut. Kami jalan perlahan karena memang minimnya cahaya, di labirin pertama sudah disapa oleh temanku yang menjadi hantu menggunakan daster seperti orang Cina dengan muka yang hancur sebelah.

Labirin itu kami lewati dengan mulus. Sekali lagi aku menganggap mereka adalah teman-teman yang kutemui hampir setiap hari. Labirin demi labirin dilalui, banyak yang menggoda kami, bahkan mereka menganggap kami adalah bagian dari pengunjung yang haus hiburan itu. Gelap telah menghalau segalanya.

Teringat bahwa panitia menyiapkan replika kuburan, aku penasaran dimana kuburan tersebut diletakkan. Sambil terus berjalan aku melangkah was-was karena takut menginjak dan merusak replika kuburan yang terbuat dari tanah liat. Sayup terdengar audio yang sudah disiapkan panitia –niat sekali memang kami membuat acara untuk menjadi kenangan terakhir sebelum lulus SMA, bahkan ornamennya dibuat seangker mungkin- melalui speaker tersembunyi. Suara yang diputar adalah backsound yang biasa didengar dalam film horor. Dan aku juga mendengar lagu Lingsir Wengi dikumandangkan.

Dug.. Dug.. Dug.. Dug.. Dug.. Dug!

Jantungku berdegup hebat. Sisi labirin itu mendapat cahaya dari lampu yang memang sengaja dihidupkan, tetapi samar. Aku melihat replika kuburan tepat di depan mataku. Tanganku mencekram erat baju teman di depan. Aku menunduk, tak ingin melihat apapun.

“AAAaaaaaaa…… Tolong!!!!!!!”

“Huusshhh pergi!”

“AAAaaaaaaaaaaaaaaa…..”

Teman dibelakangku histeris, seperti melihat hantu. Tentu saja hantu, karena itu adalah rumah hantu. Dia melolong dan melarikan diri dari barisan. Aku pasrah dengan menjadi di posisi terakhir. Tapi penasaran siapa yang dilihat oleh temanku, aku menoleh ke belakang. Dia mendekatiku, menyentuhku.

“Pocoooongggggggg!!! AAAAaaaaa…….” Kali ini aku yang membuat suara seperti toak dan menjadi atlet dadakan. Aku tak kuasa melihat temanku seseram itu di dandani seperti hantu terkenal di Indonesia. Tubuhku terkulai lemas.

Tidak habis di situ saat aku berlari mencari jalan keluar, ada pocong lagi, aku menjerit layaknya anak kecil. Berusaha menghindari mereka aku menarik temanku yang sedari tadi berjalan di depan, masih ada stock hantu rupanya, aku bertemu Queen of Laugh mbak kuntilanak!!! Sudah cukup! Cukup! Aku tidak mampu melihat mereka berdandan seperti itu.

Mereka adalah teman-teman keseharianku di sekolah. Aku tahu mereka yang berada di dalam hanya memakai kostum, lalu di dandani layaknya hantu, dan bersandiwara. Hanya sandiwara! 


19 Maret 2016

Well, hantu itu memang tidak ada ya kawan. Tapi ingat selalu ada yang mengawasi kita di samping kanan dan kiri.

#zifah
Previous
Next Post »

Terima kasih sudah mampir. Jangan lupa follow dan berteman dengan saya di facebook : Nazifah R, Twitter : @zifah03, dan instagram : @zifahra ^^ ConversionConversion EmoticonEmoticon