Berjalan Pada Porosnya

Masih terasa sesak akibat hasil yang kudapat beberapa bulan lalu. Masih terngiang sembab di mata yang berujung pada melebarnya kantung mata dengan raut wajah seperti orang yang kalah dalam pertarungan. Hati siapa yang tidak koyak bila dalam setiap kegelapan yang dilewati, arus yang dilalui tidak kunjung menemukan titik terang atau daratan untuk berpijak. Begitulah keadaan terpurukku ketika selalu mendapat jawaban 'Maaf Anda belum dinyatakan lulus'.

Mungkin kalau kau menjadi kawan dekatku, hal yang paling lumrah dilakukan adalah menenangkan dengan kata-kata sakti, "Jangan terlalu bersedih mungkin ini yang terbaik untukmu."

Atau "Sudahlah mungkin memang itu bukan yang terbaik untukmu." 

Atau mungkin kalimat keramat yang justru meledakkan emosi melankolisku, "Kau coba saja lagi tahun depan."

Aku sudah lelah bahkan muak mendengar semua itu. Tidak satupun di antara kalimat sakti di atas yang mampu membuka pikiranku. Bagaimana mungkin aku harus menghabiskan waktu satu tahunku hanya untuk menunggu sebuah penantian yang sama sekali tidak dapat dipastikan kepastiannya. Sungguh akan merugi diriku. 

Dan masih sulit dipercaya oleh akal sehatku saat itu, bahwa keputusan yang ku ambil adalah sesuatu yang amat ku kutuk. Aku memutuskan untuk terjun dalam dunia yang digeluti mahasiswa tahun berikutnya. Lalu kegiatan apa yang akan dilakukan setahun ini? Entahlah. Saat itu diriku sangat kalut.

Ketika emosi mulai mereda dan keadaan perlahan kuterima, aku menyusun rencana-rencana untuk menyibukkan diri agar tidak berstatus 'pengangguran'. 

Setelah kubuat daftar list kegiatan, aku terbengong sendiri. Hampir semua kegiatan yang kurencanakan, hal yang seru bila dilakukan bersama teman dan keluarga. Dan terancam gagal karena terbatas jarak dan waktu. Rasanya aku ingin menyerah pada keadaan. 

Minggu demi minggu berlalu, aku merasa menjadi lumut tak berdaya di dalam rumah. Orang tua juga memandangku dengan tatapan perihatin yang mendalam. Mereka menyanggupi untuk membiayai dimanapun aku menimba ilmu, bukan juga karena gengsi aku tak mencoba swasta. Aku punya alasan tersendiri yang sulit dijabarkan agar orang lain paham. Dan yang pasti bukan juga soal jodoh.

***

Akhirnya ku isi waktu yang tersedia sangat luas, untuk menambah pengetahuanku dalam bidang apapun. Yang mungkin sulit dipraktekkan bila disambi dengan tugas kampus dengan deadline beruntun.

Tiba-tiba nada pesan masuk berbunyi dari ponselku. Semula tak ku acuhkan, karena yang rajin dan setia untuk meramaikan ponselku hanya operator seorang. 

Lalu aku iseng untuk membuka pesan tersebut, yang ternyata dugaanku salah besar. Pesan itu dari guru ngaji yang terkesan mengganjal, karena biasanya beliau mengirim pesan Minggu pagi atau Sabtu malam untuk memberi kabar bahwa Minggu malam ada pengajian rutin. Namun itu hari Selasa.

Kubuka pesan dari beliau. Kurang lebihnya begini, "Assalamu'alaikum Nazifah, sibuk tidak? Ibu ingin minta bantuan. Di tempat bimbel ibu, kekurangan pengajar untuk pelajaran Ips dan Pkn kelas 4 dan 5. Kalau tidak sibuk ibu mau minta tolong sama Nazifah untuk menjadi pengajarnya, bagaimana?" Aku menghela napas panjang. Memang aku berbagi cerita pada beliau tentang keputusanku. Tapi tidak pernah sedikitpun terbesit untuk menjadi guru. Bahkan pelajaran yang ditawarkan sempat menjadi musuh bebuyutan saat mengenyam bangku sekolah dasar. 

Sebab akan bersangkutan dengan beberapa pihak, kali ini aku tidak akan bertindak sendirian. Aku melakukan diskusi dengan keluarga terlebih dahulu. Yang akhirnya menyetujui penawaran guru ngajiku. 

Setalah seharian aku diamkan pesan itu mengendap dalam ponsel tanpa balasan. Baru malam hari kuberi jawaban atas penawarannya, "Wa'alaikumsalam bu. Iya Insya Allah saya bisa. Tapi saya harus belajar lagi bu. Mohon bimbingannya ya." Melalui sinyal yang terhubung pesan itu melesat hingga akhirnya mendarat di ponsel guruku.

 Walaupun memang bukan minat dan bakatku tapi tidak ada salahnya dicoba. Dengan dalih mencari pengalaman serta sebagai bekal untuk menghadapi anak sendiri dengan usia yang sama kelak hehehe. 

Jadi, Alhamdulillah selalu ada hikmah dalam setiap kejadian yang menyapa hamba Allah, yang bisa dijadikan pelajaran. Bahkan kesempatan seperti ini tidak datang pada semua orang. Sampai detik ini hanya mampu bersyukur atas segala nikmat yang Allah berikan.

Bekasi, 25 - 11 - 2016

#Zifah
Previous
Next Post »

2 komentar

Click here for komentar
Nodiwa
admin
26 November 2016 pukul 09.10 ×

Tidak semua orang diberi kesempatan untuk mengajar lho, Mbak. Alhamdulillah bila kesempatan itu datang. Selamat mengajar dan mendidik generasi-generasi penerus bangsa, Ya ^-^

Tetap semangat! :)

Reply
avatar
Unknown
admin
26 November 2016 pukul 18.57 ×

Iya betul kak :)
Dengan cara apapun kita harus ikut andil dalam dunia pendidikan ^^

Reply
avatar

Terima kasih sudah mampir. Jangan lupa follow dan berteman dengan saya di facebook : Nazifah R, Twitter : @zifah03, dan instagram : @zifahra ^^ ConversionConversion EmoticonEmoticon