Source : Nan's Blossom Shop |
Ruangan itu
sudah sesak dihimpit oleh para pemburu rezeki. Mereka datang dari berbagai
tingkatan usia dan profesi. Beberapa di antaranya tak mendapat kursi sebab
ketersediaan yang terbatas. Tak ada pilihan lain selain berdiri atau bersandar
pada penyangga besi.
Tak banyak
cengkrama yang terjadi. Sebagian besar memasang wajah tanpa ekspresi, sebagian
lagi menyibukkan diri dengan menatap layar ponsel, bukan karena banyaknya pesan
yang masuk. Tapi hanya sebagai alternatif untuk mengusir kebosanan dengan
melihat-lihat gambar di instagram atau
mengetahui berita terbaru di LINE TODAY.
Dan ada juga yang terlihat sudah larut dalam alam mimpi, seorang pria berkemeja
biru langit dengan setelan celana bahan warna hitam yang terlihat garis-garis halus
akibat tak disetrika dengan rapih, adalah salah satu pelakunya. Dia tertidur
dengan wajah tampak lusuh. Badannya disandarkan pada kursi dengan menjadikan
bagian atas kursi yang terbuat dari besi sebagai sandaran untuk kepalanya. Saat
ini waktu sudah menunjukkan pukul 06.01 pagi. Semilir angin menyapu seisi
ruangan.
Sayup-sayup
terdengar deru langkah kaki dan suara yang samar-samar. Tak terelakkan ia ingin
mengetahui penyebabnya, dan perlahan menggerakkan kelopak mata hingga akhirnya
ia menyadari bahwa transjakarta yang
sudah cukup lama ditunggunya akan segera berhenti di depan halte. Tanpa ada
gairah semangat sedikitpun ia bangkit dari posisi sebelumnya, dan secara refleks
telapak tangan kanannya mengusap wajah yang masih terlekat jejak kantuknya.
Transjakarta
jurusan Summarecon Bekasi – Tanjung Priok sudah tiba di halte. Pria itu antri di
paling belakang untuk masuk ke dalam bus.
Saat tiba di
halte Sunter Kelapa Gading ia beranjak turun.
***
Beberapa
waktu terakhir ini ia merasa hidup hanya sekadar menjalankannya. Setiap hari,
setiap saat, dan setiap waktu pola rutinitasnya sudah hafal betul, dan ia
merasa jadi budak dari pekerjannya sendiri. Tak banyak waktu untuk melepas
penat dengan pergi rekreasi, teman-teman satu kantornya pun mempunyai agenda
liburan masing-masing bersama keluarga ataupun kekasih.
Ah,
membicarakan soal kekasih ia tak begitu tertarik untuk mempersoalkannya. Sebab hingga
detik ini ia bernapas belum ada seorang wanita yang mampu ia genggam tangannya. Tapi
ia tak memungkiri bahwasanya saat ini ada rindu yang merayap dalam hatinya,
rindu untuk berjumpa dengan kekasih.
***
Hampir
setengah hari ia duduk di kursi biru dengan tambahan material roda di bawahnya - supaya mudah berpindah tempat terdekat tanpa
harus repot berdiri – beserta layar komputer yang menyala non stop sejak ia menyalakan tadi pagi sewaktu tiba di meja
kerjanya. Tampilan dirinya dua kali lebih lusuh dibanding saat ia berada di
koridor halte tadi pagi. Pomade yang dipakainya sudah mulai mengering dan
rambutnya yang semula rapih menjadi tak beraturan. Dasi cokelat tua yang
melekat pada kerah kemejanya sudah keluar dari jalurnya. Tak dipedulikan penampilannya
saat ini, dengan lihai jari-jari tangannya memencet tombol keyboard yang
hasilnya tertera dalam layar, menjadi fokusnya saat ini.
Jarum
jam di dinding sudah berada tepat di angkat dua belas siang. Saat itu juga bel
kantor tanda untuk istirahat terdengar dengan sangat nyaring.
***
Sebelum
berangkat ke masjid, ia sadar keadaannya saat ini sudah tak sedap dipandang. Beruntung
hari ini bos Amir tidak keliling per divisi untuk memantau kinerja para
karyawan sekaligus perihal kerapihan. Sebab ia adalah yang paling sering diteriaki.
Namun hal tersebut bukanlah perkara serius baginya bahkan cenderung menanggapinya dengan
santai.
Mau
jam berapapun ditegur, ia tetap akan ke kamar kecil saat istirahat tiba. Dipikirnya,
untuk apa terlalu menuruti perintah atasan, dia hanya orang yang berkedok
sebagai bos, bukan bos yang sesungguhnya.
Di
depan cermin besar ia melihat dirinya dengan wujud jauh berbeda. Sangat bertolak
belakang dengan citra pegawai kantoran yang identik bersih dan rapih. Lagi-lagi
ini bukan hal yang patut dibesarkan menurutnya, toh dia sedang tidak mencari
perhatian pada siapapun.
Ia menata
kembali rambutnya dengan sisir kecil yang bisa masuk saku celana. Kemudian dibetulkan
dasinya dengan membuat simpul dari awal.
“San. Lo tau
Cecep divisi dua?” Tiba-tiba Danu
memulai percakapan. Setelah ia mencuci tangan dari westafel.
“Iya tau.
Kenapa?” jawab Ihsan yang masih sibuk dengan dasinya.
“Dia melamar Aulia
divisi satu. Dan diterima! Mimpi apa ya dia. Lucky banget!”
“Hm, bagus
dong.” Masih berkonsentrasi dengan dasi.
“Tapi lu tau
si Cecep kayak gimana kan? Gayanya cupu banget. Sedangkan si Aulia bening, mana
pake jilbab lagi, adem bener liatnya.”
“Udah gak usah
ributin soal Cecep. Urus diri sendiri aja dulu …”
“Nah tuh dia. Gue
belum nemu yang cocok. Lo sendiri gimana, udah nemu?”
Ihsan tak
menjawab, ia meninggalkan Danu sendiri di kamar kecil.
“San? Eh dia
malah pergi.”
***
Nasi hangat, sayur asem,
ditemani tempe goreng dan sambal, gak ada yang bisa mengalahkan kenikmatan menu
di kantin kantornya ini di siang bolong apalagi para monster di perut sudah memberi isyarat tegas supaya segera diberi nutrisi, kecuali kalau kelebihan duit. Bisa saja
ia duduk santai di dalam Solaria yang berada di seberang kantornya. Tapi itu
tak pernah dilakukannya. Ia hanya menyambangi tempat makan ternama bila
mendapat traktiran atau ia mempunyai tamu yang memang pantas mendapat
perlakuan khusus.
Butiran-butiran
nasi di piring akan segera musnah dilahapnya. Namun kegundahan yang
dirasakannya belum menemukan titik terang. Sejak pertemuan itu, ia terus
dihantui rasa ingin bertemu kembali. Pertemuan itu yang memberinya harapan.
Sebulan sudah sejak
pertemuan itu, ia tak lagi melakukan hal yang sama. Tapi rasanya seperti
kehilangan. Ia merasa sibuk, seakan tak memiliki waktu khusus untuk bertemu. Namun
karena alasan itulah yang menyebabkan hatinya diterpa kehampaan.
Ia meraih
ponselnya yang sengaja diletakannya di dekat piring. Lalu mengirim sebuah pesan
kepada seorang wanita yang tak lagi
muda.
Tak perlu
waktu lama, ia menerima pesan balasan dari wanita tersebut. Dan menerbitkan
senyuman kecil di bibirnya.
***
Sengaja ia tak
langsung pulang menuju rumah sewa, karena akan ada pertemuan istimewa dalam
hidupnya. Langkahnya pasti menelusuri sebuah mall besar di daerah Jakarta. Diliriknya
semua toko yang menjual kemeja dengan model kekinian.
***
Hari ini
didapatnya sebuah kemeja baru dan parfum bermerek dengan harga di atas standar
dari yang pernah dibeli sebelumnya.
Tak masalah
baginya bila harus mengeluarkan uang yang tak sedikit. Ia hanya ingin tampil
istimewa.
Sesampainya di
rumah ia mengatur alarm yang akan berbunyi lebih cepat dari biasanya supaya
bisa melakukan persiapan yang sempurna.
***
Disemprotkan
parfum yang baru saja dibelinya semalam pada kemeja panjang berwarna putih
gading. Ia sangat bersemangat untuk hari ini, setelah pertemuan yang
meninggalkan bekas kerinduan itu, hari ini dapat terobati. Digelarnya sebuah
sajadah yang juga mendapat aroma parfum baru. Kemudian di atasnya ia berdiri
tegak dan mengucap takbir.
***
Sebelumnya alarm
telah berbunyi jam dua dini hari, tapi tak membuatnya terbangun. Saat alarm
yang kesekian berbunyi pada jam 02.30 baru disadarinya bahwa ia telah
menyia-nyiakan tiga puluh menit.
Teringat akan
pesan dari ibunya setelah ia menceritakan semua keluh kesahnya kemarin siang. Hidup
tak akan terasa hidup bila kita jarang berkomunikasi dengan Sang Pemilik
Kehidupan di sepertiga malam terakhir. Sebab pada waktu tersebut kita bebas
mengutarakan segala keresahan dalam hidup.
Tak lupa
ibunya mengingatkan segala sesuatu yang dikerjakan hendaknya diniatkan untuk
beribadah yang In Sya Allah bila niatnya seperti itu akan diberikan jalan
kemudahan olehNya. Dan menjaga kewajiban sebagai hamba yang taat akan
perintahNya.
Ia merasa lega
semua yang mengganjal dalam hatinya terjawab sudah. Buliran air mata
diizinkannya menyusuri pipi yang seketika terasa hangat.
Nazifah Raisanjani
Bekasi, 1 April 2017
5 komentar
Click here for komentarKeren mba na zifah, sy baca ulang biar makin ngeh :)
ReplySemangat ya mbak 😊
ReplyMasukan dikit ya, untuk tiap paragraf usahain jangan terlalu panjang. Agak mengganggu.
Tapi ceritanya keren kok 👍😊
Terima kasih bun sudah mampir :) maaf ya kalau bikin bingung masih belajar :D
ReplyTerima kasih bunda nov :) noted deh sarannya ;)
ReplyCerpennya pnuh hikmah... Jadi sdikit baper saya bacanya.. Hehehe
ReplyTerima kasih sudah mampir. Jangan lupa follow dan berteman dengan saya di facebook : Nazifah R, Twitter : @zifah03, dan instagram : @zifahra ^^ ConversionConversion EmoticonEmoticon