www.atlantabridalweddings.com |
Waktu itu aku lagi buka instagram sambil iseng-iseng melihat gambar di timeline maupun di lampiran search. Sekarang intagram juga sudah memperbarui beberapa fitur yang semakin memanjakan penggunanya untuk bisa membagikan apapun yang bisa menambahkan daya eksistensi, di antaranya adalah snapgram dan intagram live. Dan akan membuat siapapun terasa sangat dekat walau aslinya tidak terlalu mengenal bahkan sama sekali belum pernah kenalan atau bertemu.
Oke penjelasan di atas
cukup FYI aja, aku akan lanjutkan cerita. Nah, saat itu lumayan banyak
teman-teman yang membagikan foto atau video singkat di snapgram, karena lagi
iseng dilihat satu-satu. Dan saat
melihat postingan dari Nura salah satu teman di SMK, aku tercengang karena
gambarnya berisi UNDANGAN PERNIKAHAN!
Aku baru lulus SMK tahun
2016 yang artinya baru satu tahun yang lalu, dan dia segera akan membina rumah
tangga??? Saat itu aku membayangkan gimana nanti kalau reunian dua atau tiga
tahun kemudian dia udah bawa anak atau bawa balita sekaligus gendong bayi. Tapi
hal itu kutepis, dan langsung mengonfirmasi pada yang bersangkutan. Dia pun membenarkan.
Awalnya aku gak mau datang
karena tempatnya di Jakarta dan waktu dulu belajar denah pake peta buta.
Setelah berunding di grup kelas ternyata ada yang tau daerah tempatnya,
akhirnya aku bersedia untuk hadir. Itung-itung reunian, dan ini juga menjadi
undangan pernikahan pertama yang aku terima setelah sebelum-sebelumnya hadir di
pesta pernikahan nebeng atas nama ortu.
Di hari H kita yang bisa hadir
janjian di Stasiun Bekasi. Temanku yang sampai duluan di stasiun membeli kartu
sekaligus untuk yang belum kelihatan batang hidungnya di sana, salah satunya aku.
Jadi pas sampai di stasiun langsung di kasih kartu dan masuk melewati mesin
sensor kartu untuk bisa menikmati layanan KRL (kereta listrik), sampai detik
ini menjadi primadona transportasi umum rute JaBoDeTaBek selain busway atau
transjakarta.
Berhubung naik kereta jadi
terasa cepat sampai, dan kita berlima turun di Stasiun Jatinegara. Setelah
turun dari kereta kita langsung memesan taksi online yang mengangkut dan
mengantar sampai ke lokasi tujuan.
Saat berjalan di luar
stasiun kita sudah menemukan mobil dengan nomor polisi sama dengan yang tertera
di aplikasi. Kita melangkahkan kaki menuju ujung pagar untuk bisa keluar dari
wilayah stasiun. Ketika hampir sampai di ujung tiba-tiba aku merasa seperti
terbawa oleh angin yang sangat kencang. Dan mencoba sekuat tenaga untuk bisa mengendalikan
keseimbangan, mataku juga sampai kelilipan.
Selang beberapa saat, aku dengar
suara yang sangat kencang seperti benda berat jatuh, juga diikuti suara gaduh.
Sempat menengok ke arah dalam stasiun, aku memperhatikan orang-orang berkumpul
dan ratusan pasang mata tertuju pada jalur rel.
Dan aku enggak bisa
berkesimpulan apapun, karena belum tau apa yang sebenarnya terjadi. Terpaan
hujan juga yang mempercepat langkah aku dan yang lain untuk masuk ke dalam mobil.
Aku beserta keempat teman
yang lain dibuat keheranan sekaligus tergelitik saat baru saja berada di dalam
mobil, dengan ulah supir taksi online yang sedang merekam keadaan di luar
menggunakan smarthphonenya.
“Sebentar ya Mbak, saya
mau dokumentasiin dulu,” ujarnya.
“Emang kenapa Pak?” tanya
salah satu dari kami.
“Tadi kan ada benda
terbang. Anginnya juga kenceng banget kan di luar?”
“Iyasih gue tadi ngerasa
tiba-tiba anginnya kencang.” Jawab Yanti yang duduk di paling belakang bersama
Vian.
Sedangkan aku yang duduk
di bagian tengah bersama Tifa termenung mengingat kembali akan kejadian
beberapa menit yang lalu. Dan menyangkut pautkan apa yang kudengar dengan
pernyataan bapak supir taksi online itu.
“Tolong dong Mbak,
peganging ponsel saya. Sambil terus di rekam ya?” pinta pak supir ke temanku Maidah
yang duduk di paling depan alias di samping supir.
“Buat apa sih Pak?” kata
Maidah tapi seraya mengambil ponsel.
“Ya, mau dijadiin berita.
Kalau punya buktinya bisa dikirim ke media untuk jadi berita terkini,” terang
pak supir sambil cengengesan.
Lalu ia melajukan mobil
perlahan supaya Maidah dapat menangkap gambar benda yang membuat heboh seisi
stasiun. Beliau sama penasarannya dengan aku, benda apakah itu?
***
“Dimana alamatnya Mbak?”
“Di undangannya sih, Jalan
Bunga Tulip No 4 Rt 08 Rw 12,” jawab Tifa.
“Oh deket itumah.”
Mobil berbelok ke kanan,
masuk ke sebuah gang yang cukup luas. Gak jauh setelah mobil masuk, alarm
penanda alamat yang dituju dari ponsel pak supir berbunyi. Yang artinya kita
sudah sampai di tempat tujuan.
“Di gedung ini?”
“Katanya bukan di gedung Pak.
Di rumah biasa.” Jawab Tifa mewakili yang lain.
“Ini juga ada yang nikahan
di gedung. Dua pasangan malah. Coba liat nama yang tergantung di janur, ada
nama teman kalian gak?”
“Enggak Pak. Bukan.”
“Tapi GPSnya udah bunyi,
berarti di sekitar sini.”
“Coba Pak ke depan lagi
siapa tau nemu rumahnya.”
“Atau coba tanya dulu aja
sama warga sekitar sini,” usul pak supir yang aku tidak tahu namanya, mungkin
Maidah tau karena saat memesan taksi online menggunakan ponselnya.
Karena takut nyasar, aku turun
dari mobil untuk menanyakan lokasi alamat itu. Sebelum turun, Maidah
menambahkan supaya aku juga tanya letak pabrik tempe milik Pak Solihin supaya
lebih spesifik. Namun, seketika hujan turun dan gak ada satu pun dari kita yang
bawa payung. Demi cepat sampai di tempat aku berlari menghindari hujan menuju
sebuah warung yang jaraknya beberapa meter dari tempat mobil berhenti.
Di warung juga ada banyak
orang, jadi kemungkinan besar bisa dapat info yang akurat kalau semua yang ada
di situ adalah warga asli sini.
“Permisi. Maaf Pak, Bu,
mau tanya kalau Jalan Bunga Tulip No 4 Rt 08 Rw 12 dimana ya?”
“Waduh gak tau mbak,”
jawab seorang bapak yang sedang duduk pada bangku kayu. Aku melihat raut wajah
yang lain seakan satu suara dengan bapak tadi yaitu, tidak tahu.
“Hhmm, kalau pabrik tempe
Pak Solihin dimana ya?” tanyaku lagi yang gak mau nyerah setelah mendapat
jawaban yang tidak memuaskan.
“Ohh, kalau itu dari sini lurus
ke depan ada pertigaan belok kiri, lalu ada gapura belok kiri lagi. Tapi mobil
gak bisa masuk.” Jelas salah seorang ibu yang sepertinya pemilik warung.
“Begitu ya? Terima kasih
Bu, Pak. Permisi.”
Aku kembali berlari menuju
mobil karena hujan yang semakin deras. Setelah menjelaskan ulang apa yang
dikatakan oleh seorang ibu yang berada di warung tadi, pak supir segera tancap
gas.
***
“Ini bukan nih?”
“Di janurnya bukan nama
teman saya, Pak.” Kata Maidah.
“Beneran gak temennya
nikah?”
“Ya, benerlah Pak. Masa
capek-capek bikin undangan cuma buat ngerjain.” Kataku diikuti tawa kecil yang
lain.
“Jadi kalian kapan
menyusul?”
Suasana mendadak hening.
***
Dari Maidah yang duduk di
depan hingga Viani dan Yanti di belakang sibuk menghubungi orang-orang yang
sudah tiba di lokasi juga sang penganten selaku yang punya acara.
Aku merasa beruntung dapat
supir taksi online yang sabar melayani kita mencari alamat yang semoga enggak
palsu. Sambil menghubungi orang-orang yang memang bisa memberikan info
terakurat, mobil terus melaju dengan perlahan sampai akhirnya tiba di ujung
gang dan berada di jalan raya.
“Udah dapet lokasi
pastinya belum? Ini udah di jalan raya. Ke sana lagi enggak ada gang. Kalau
kata saya pasti di sekitar gang di dalam tadi.” Ucap pak supir.
“Pada susah dihubungin nih
Pak. Pengantennya juga,” ucap Yanti.
“Halo.
Bil, lu udah nyampe di tempat?” tanya Maidah yang
mendapat telepon.
“Gue
sama yang lain nyasar nih. Malah ke jalan raya.”
“Iya
gue udah ngelewatin gedung. Terus ada pertigaan belok kiri, gak jauh belok kiri
lagi kan?”
“Lah
kok ini malah ke jalan raya?”
“Masuk
gang?”
Maidah yang masih
berbincang dengan teman sekelas kita yang sudah sampai di tempat, sementara pak
supir memutuskan untuk balik lagi menuju gang yang pertama kali dilalui. Hingga
tiba lagi di gang menuju akses jalan raya di depannya.
Dalam perjalanan sang
supir sebenarnya mendapat orderan dari pelanggan baru, lalu beliau menerimanya
sedang situasi masih mengantarkan kita kepada alamat yang sesungguhnya.
Perkiraan awal akan segera menemukan rumah si penganten yang menjadi misteri
saat ini.
Tapi karena ternyata
perkiraannya meleset dan pelanggan di sana tidak mau meunggu lama, karena
menunggu itu emang gak enak, eh. Akhirnya dia membatalkan untuk menggunakan
jasa pak supir satu ini. waktu tau orderannya dibatalin aku rada nyesek sih.
Gara-gara nyari alamat yang jalurnya kayak melalui labirin, beliau harus
kehilangan mata pencahariannya.
Tapi juga sedikit lega
karena pak supir gak terlalu mempermasalahkan dan bahkan terlihat tulus
membantu kita yang bukan orang Jakarta untuk sampai di tempat tujuan.
“Coba tanya lagi sama
warga kan udah deket nih.” Seru pak supir.
Dengan hujan yang masih
mengguyur bumi Maidah keluar dan menghampiri seorang bapak dan ibu yang sedang
duduk di teras sebuah toko.
“Eh turun udah sampe tinggal
jalan ke dalamnya,” kata Maidah saat kembali ke mobil untuk mengambil tasnya.
Aku dan yang lain menuruti
perintah Maidah, dan sebelumnya sudah sepakat untuk membayar kepada pak supir
dua kali lipat.
***
Kabarnya sih teman-teman
yang udah sampai, juga nyasar dulu baru ketemu lokasinya. Dan aku yakin
siapapun tamu undangan yang datang dari luar Jatinegara dan belum tahu posisi
tempat bakalan bernyasar-nyasar dahulu, baru sampai kemudian, hahaha yaiyalah
kesalahan yang menurutku cukup fatal sih.
Tempatnya berlokasi di
gang yang super kecil hanya bisa dilalui manusia dan kendaraan bermotor. Dan,
mereka gak pasang janur kuning melengkung di depan gang yang sebenarnya udah
dilewatin dua kali!
***
Di sana kita juga enggak
mau berlama-lama mengingat hari sudah mulai sore, perjalanan menuju rumah juga
masih panjang. Jadi hanya bertemu memberikan selamat, menikmati hidangan,
berfoto bersama, setelah itu langsung pulang. Rombongan yang sampai duluan pun
sudah berpamitan gak lama setelah kita datang.
Ya, setidaknya kita sempat
reunian walau terbatas oleh waktu.
***
Setelah pamitan dengan
penganten kita mencari masjid untuk shalat ashar dulu biar hati tenang. Selesai
shalat aku merasa ingin ke toilet untuk buang air kecil, tapi nahas gak ada
satu toilet pun yang bisa ditemukan di sekitar masjid.
Salah satu dari kita
mengusulkan untuk mencari toilet di stasiun. Berhubung belum darurat banget aku
pun menuruti.
Di tengah jalan Vian memberikan
kabar yang mengejutkan, dia diberi tau dari salah seorang yang sudah pamit
duluan yaitu, Nisa, bahwa mereka masih berada di stasiun sejak satu jam yang
lalu. Disebabkan kereta tidak beroperasi, dan mereka kebingungan bagaimana
caranya untuk pulang.
Kita yang berada di dalam
mobil pun ikut kebingungan, tapi kami tetap melanjutkan menuju stasiun untuk
memastikan situasi dan menemukan toilet.
Dan ternyata benar di luar
stasiun tampak banyak orang berserakan dengan wajah kebingungan. Saat masuk di
stasiun aku bertaanya kepada salah satu petugas di sana, dia bilang angin
kencang tadi siang menyebabkan listrik padam dan atap di atas peron juga
sebagian terbawa angin.
Jujur aku gak nyangka dan
berpikir sejauh itu ternyata dampak dari angin kencang yang bikin heboh banyak
orang, seserius ini. Dalam hati aku beristighfar dan berdoa kepada Allah agar
selalu dalam perlindunganNya.
Tapi aku bersama dua orang
yang lain tetap masuk ke dalam stasiun untuk memenuhi hajat kami menemukan
toilet.
Di dalam stasiun kita
bertemu dengan Nisa dan yang lainnya masih bimbang dengan perjalanan pulang. Lalu
memberitahu mereka kita akan naik transjakarta.
Akhirnya mereka ikut
dengan kita menggunakan transjakarta yang harus menunggu lumayan lama dan
transit di beberapa tempat.
Karena kita gak paham
dengan rute transjakarta, seharusnya menggunakan jurusan menuju Bekasi Barat
supaya lebih dekat menuju stasiun –karena semua semua dari kita yang
mengendarai motor, menitipkan di dekat stasiun-
kita malah naik yang arah Bekasi Timur. Artinya jarak yang ditempuh
semakin panjang, waktu yang terbuang lebih lama, dan tidak dapat menghemat
energi.
Sebab kita harus melewati
jalan yang sama dua kali dan itu akan membuang waktu.
***
Kalau Anda ingin pergi ke
suatu tempat tapi belum pernah sekalipun ke sana dan tempatnya tidak strategis
sebelum berangkat cari informasi serinci mungkin untuk meminimalisir kesasar
walau sebenarnya hanya muter-muter di sekitar lokasi.
Lalu tetap sedia payung
walau saat keluar cuaca terang benderang bahkan panasnya matahari sangat menyengat,
karena sekarang memang lagi musim hujan yang gak bisa diprediksi secara kasat
mata kapan akan turun.
Juga, pelajari
transportasi umum lainnya sebagai alternatif bila keadaan darurat terjadi. Yang
terakhir mungkin gak terlalu penting tapi cukup membantu bila dalam perjalanan
yang menguras energi, tiba-tiba perut bunyi, mungkin bisa sediakan makanan
ringan untuk mengganjalnya.
Sekian.
#NonFiksiyangDifiksikan
Sekian.
#NonFiksiyangDifiksikan
3 komentar
Click here for komentarHmmm nyesek bacanya....PETA buta
ReplyHmmm nyesek bacanya....PETA buta
ReplyKesasar sekaligus jalan-jalan :D
ReplyTerima kasih sudah mampir. Jangan lupa follow dan berteman dengan saya di facebook : Nazifah R, Twitter : @zifah03, dan instagram : @zifahra ^^ ConversionConversion EmoticonEmoticon