Hesitate

Image result for menunggu
Inspirasi Kehidupan

Mengapa? Mengapa tatapanmu begitu dalam saat melihatku? Selalu kau sunggingkan senyum manis yang tak pernah gagal membuatku salah tingkah, tidak masuk akal memang. Bukan kali pertama kau berlaku seperti itu, tapi setiap hari hampir setiap waktu! Rasa apa yang telah membuatmu begitu terpana seakan tidak ingin mengalihkan pandangan terhadap apapun. Aku pikir kau telah benar-benar hilang akal.

Dua tahun lalu adalah takdir kita untuk bertemu. Tuhan memang sutradara paling kreatif yang memiliki alur cerita sangat unik, sampai sekarang aku masih tidak menyangka sebuah toko buku menjadi tempat paling bersejarah dan menjadi kisah yang amat terkenang hingga sekarang.

Aku melihatmu berjalan melewatiku dengan tubuhmu yang angkuh. Ya angkuh, karena kau lebih tinggi dari kebanyakan pria lain. Kulitmu yang terang benderang alias sangat putih, sempat kukira kau orang sakit, matamu bulat bersinar bersemayan pada wajahmu yang lonjong  dengan hidung yang menjulang, rambut cokelatmu tampak tidak rapih, dan saat kau sudah menjauh beberapa meter dariku ada sesuatu yang kau tinggalkan, hingga kini tetap sama. Kau wangi. Parfum Davidoff Cool Water yang kau kenakan sangat cocok untukmu sebab menggambarkan pribadimu yang sesungguhnya.

 Aku sempat memerhatikan gerak-gerikmu sebelum kau benar-benar menghilang dari pandanganku. Kau pria pertama yang sudah menarik perhatianku kala itu.

***

Siang itu Dave mengisi hari liburnya dengan berkunjung ke toko buku. Ia ingin mencari buku tentang dunia fotografi yang menjadi kegemarannya sejak SMA. Dia bukan seorang fotografer, ia jadikan sebagai keseruan saja, namun kemampuannya dalam mengambil gambar juga tidak bisa diremehkan, sebab hasil gambar yang ia tangkap sudah selayaknya seperti seorang yang profesional.

Berhubung mobilnya sedang berada di bengkel, ia menggunakan kendaraan umum untuk bisa sampai di sebuah toko buku daerah Matraman. Rambutnya yang agak kecoklatan akibat percampuran darah Eropa berasal dari ayahnya yang merupakan keturunan Jerman, semula ia sisir rapih namun karena tertiup angin sampai ia sendiri tidak sadar akan perubahan tatanan rambutnya.

Dunia fotografi sama sekali tidak memiliki hubungan dengan pekerjaannya yang menjabat sebagai  supervisor di salah satu perusahaan tambang di Jakarta. Di usia yang masih muda sudah menduduki tingkat tersebut adalah prestasi yang cukup gemilang. Tetapi hal itu bisa saja terjadi pada diri seorang Dave yang sudah dikenal cerdas semasa kecil. Oleh orang tuanya ia tidak dimasukkan ke sekolah umum, karena orang tuanya melihat potensi anaknya luar biasa maka mereka mendatangkan guru privat ke rumah untuk belajar beberapa mata pelajaran yang akan diujikan saat ujian nasional saja. Selebihnya ia bebas melakukan apapun yang ia sukai, ayahnya sering mengajaknya mendatangi sebuah perusahaan baik dalam maupun luar negeri berkat relasi sang ayah. Saat setara SD ia menganggap hal itu sebagai holiday atau liburan sebab ia belum paham betul dengan maksud ayahnya. Tapi berbeda saat setara SMP dan SMA ia mulai paham ilmu-ilmu di perusahaan.

Saat SMP ia masih menjalani pendidikan di rumah bersama guru khusus yang didatangkan ke rumahnya. Ketika menjelang SMA ia memohon pada orang tuanya untuk bisa belajar di sekolah umum. Karena ia ingin bergaul bersama teman-teman sebayanya dan menambah relasi pertemanannya. Awalnya orang tua Dave sangat menentang keinginan anaknya, namun karena melihat Dave yang semakin tumbuh dewasa dan telah menjadi seorang anak yang cukup mandiri di usianya dan yakin anak mereka adalah anak yang pandai dan baik. Atas dasar kepercayaan mereka akhirnya memberikan izin pada Dave untuk bersekolah di pendidikan umum. Lalu ia memilih salah satu SMAN di Jakarta.

Di masa SMA pula Dave merasakan jatuh cinta pada seorang gadis asli Betawi. Sulistyowati, sering disapa Sulis, perempuan berparas cantik yang siap menjatuhkan hati para lelaki yang menatapnya. Bahkan satu kecamatan pun tahu akan paras cantiknya. Ia selalu bersikap ramah kepada siapapun, selain cantik ia juga termasuk siswa berprestasi dan sering mengikuti kejuaraan olimpiade mewakili sekolahnya.

Dave juga gemar berorganisasi ia bahkan pernah didaulat sebagai ketua OSIS dan sering mengadakan kegiatan yang kreatif serta inovatif sehingga mampu menarik pengunjung dari luar sekolah. Setiap ada kegiatan yang berlangsung Dave selalu bersedia untuk mengabadikan setiap momen dengan kamera DSLRnya, sekaligus melatih kemampuannya dalam mengambil gambar.

Ketika Pentas Seni yang diadakan sekolahnya berlangsung, Sulis menjadi salah satu yang tampil di atas panggung menarikan Tari Lenggang Nyai bersama beberapa perempuan lainnya. Dave yang menyaksikkannya hampir tak berkedip akibat riasan yang dikenakan Sulis membuat tingkat kecantikannya bertambah. Meski Dave teramat menyukai Sulis, tapi tidak mudah baginya untuk mengungkapkan perasaannya. Ia takut Sulis tidak mempunyai rasa yang sama dengannya.

Hingga hari kelulusan tiba dan masing-masing memilih melanjutkan kuliah ke luar negeri, Dave tak kunjung membiarkan Sulis tahu akan perasaannya pada gadis itu.

***

Sepertinya Tuhan memang memberikan takdir pada kita untuk bersama. Setelah pertemuan itu pun aku tidak menyangka akan bertemu lagi dengan pria yang memiliki wangi khas. Bahkan semakin sering kita bertemu hingga akhirnya kau membawaku ke rumahmu untuk pertama kalinya.

Aku tahu kau pernah menyukai seorang gadis saat SMA namun tak pernah kau katakan kebenarannya. Dengan masih menyimpan fotonya apakah kau masih memiliki rasa yang sama? Aku tidak tahu jawabanmu akan seperti apa, karena aku tidak akan pernah menanyakan hal itu. Kalau dilihat-lihat dia cantik kelihatannya juga pintar. Entahlah, pikiran apa yang merasuki pria sepertimu sehingga tak sungguh-sungguh mengejarnya.

***

Di hari Sabtu malam Dave berjanji kepada Yosi –temannya sewaktu kuliah di Jerman. Dan orang tua mereka adalah teman dekat- untuk menghadiri pagelaran seni yang berlokasi di Taman Ismail Marzuki, sejak menyelami dunia fotografi kesukaan Dave merambah hingga seni. Karena itu ia rela datang dari Depok ke Jakarta Pusat, namun jarak antara rumah Yosi dan Dave berlawan arah mereka memutuskan untuk bertemu di lokasi.

Di dalam gedung itu ramai sekali orang yang berkunjung untuk melihat karya-karya seni yang indah, terlebih utama lukisan. Dari komunikasi terakhir Yosi mengaku sudah sampai di tempat hanya saja Dave belum bertemu dengannya. Sambil menunggu Yosi ia mengamati lukisan-lukisan yang terpajang serta mengabadikannya dengan kamera DSLR miliknya.

Sedang sibuk mengabadikan gambar tiba-tiba pandangan Dave berubah arah seakan kedua bola matanya memaksa dirinya. Di depannya tampak dari kejauhan wanita dengan gaun pendek berwarna putih, rambut indah, dan kaki jenjangnya berlenggok anggun ke arahnya. Bukan tanpa alasan Dave menahan pandangannya tertuju pada wanita itu. Ia menerima dengan sadar kecantikan alami wanita itu.

Saat wanita itu hampir dekat ke arahnya namun tidak sadar akan keberadaan laki-laki yang telah memerhatikannya dari tadi, juga Dave yang sangat bergejolak ingin menyapa terucap dengan cepat dari bibirnya sebuah nama “Sulis?!” ucapnya. Sontak wanita itu menoleh ke arahnya, dengan kening berkerut. Tak lama kemudian wanita itu berbicara,

“Hai Dave.” Sulis memang mengenal Dave dan hingga sekarang masih mampu mengenali wajahnya, walau saat SMA mereka jarang berkomunikasi namun siapa yang tidak tahu Dave, ketua OSIS populer di zamannya.

“Kamu udah balik dari Paris?” tanya Dave.

“Iya. Baru dua bulan yang lalu. Kamu sendirian?”

Belum sempat Dave membuka mulut dari arah seberang ada yang memanggil dirinya,

            “Dave!” Kemudian orang tersebut menghampiri dirinya.

            “Yosi? Dari mana saja? Kenalin ini Sulis teman SMA.”

            “Tadi aku cari ATM dulu. Hai, Yosi.” Kata Yosi seraya mengulurkan tangan kepada Sulis,                     yang disambut pula oleh Sulis.

            “Dave, Yosi aku mau ketemu temanku dulu. Kapan-kapan kalau ada waktu aku mau ngobrol                 sama kalian,” pamit Sulis.

            “Iya,” jawab Dave dan Yosi bersamaan.

Tak lama Sulis pergi dari pandangan mereka, Arif teman Dave dan Yosi menghampiri dengan menepuk pundak mereka. Tanpa sepengetahuan Dave, Yosi mengajak Arif untuk ikut bersama.
Dave, Yosi, dan Arif berkeliling gedung untuk melihat pameran lukisan lainnya. Mereka jarang berbicara hanya mata yang saling bertautan kala beradu tatap. Dave dapat dipastikan mengumbar kemesraan dengan kameranya itu.

“Kok diliatin aja? Enggak minat mendekati?” suara Arif yang tiba-tiba saja muncul di sebelah kupingnya.

“Maksudnya?” tanya Dave tanda tidak mengerti.

“Hemm… Apa perlu gue bantuin?”

“Untuk?”

“Yaelah Dave. Enggak usah pura-pura idiot. Gue tau dari tadi yang lu foto bukan lukisan tapi yang ngeliatin lukisannya.”

“Gue foto lukisannya kok.”

“Lah itu lensa kameranya lu arahin ke arah Yosi, jadi masih mau mengelak?” kata Arif sambil mengecilkan volume suaranya.

“Bro. Kalau emang lu suka sama seseorang ya kejar lah, keburu dipatok ayam. Eh bukan keburu diambil orang. Gue denger-denger Yosi juga suka sama lu.” Lanjut Arif tanpa menunggu jawaban dari Dave. Dan Dave pun hanya terdiam.

***

Selama ini aku memang membisu. Tak mampu mengeluarkan sepatah kata, dan tidak akan pernah mampu. Bahwa perasaanmu terhadap gadis itu masih sama, hingga kini tidak berubah. Diam-diam kau mengambil gambarnya, lalu kau simpan dalam sebuah buku bernama “Album.” Bahkan saat pertemuan pertamamu selepas SMA kau pun mengambil gambarnya secara diam-diam pula. Ternyata ragumu juga tak lekang. Kau hanya menikmati keelokannya dalam sebuah foto yang kau simpan dalam album tanpa mampu berucap padanya. Ya aku akui kau laki-laki yang aneh. Tapi aku salut denganmu yang sangat sabar, sabar menunggu hingga masa yang tepat akan tiba. Hingga kau benar-benar merasakan kebahagiaan mencintai dan dicintai.

“Ngapain sih diliatin mulu? Emang ada yang berubah ya?” terdengar suara wanita dari belakang Dave.

“Hehehe enggak kok masih sama. Cantik. Tapi kok masih kamu simpan album ini?” Jawab Dave.

“Gimana enggak aku simpan? Aku aja kegirangan dapet paket yang ternyata isinya sebuah album beserta cincin di dalamnya.” Kata Sulis dengan menaikkan alisnya.


Walau perasaan cinta kalian seperti mencari mutiara di dasar lautan, sangat dalam dan sulit terlihat, namun takdirlah yang mampu menunjukkan. Aku bahagia bisa menjadi saksi cinta kalian, kenangan kalian akan aku simpan dan jaga dengan baik. Ah Dave, aku terharu manyaksikan perjalanan cintamu, karena hampir setiap waktu kau menatap wanita wanita itu dengan bentuk foto yang kau titipkan padaku, lalu dipandangi seperti yang kau lakukan saat ini.

#END

Cerita di atas terinspirasi dari sebuah lagu yang cukup fenomenal serta dinyanyikan oleh seorang penyanyi kelas dunia yakni Ed Sheeran yang berjudul "Photograph". Cerita ini mengandung unsur khayalan dan beberapa cerita yang tampil dalam adegan film atau drama. Untuk menikmati lagunya silahkan klik di bawah.



















Previous
Next Post »

Terima kasih sudah mampir. Jangan lupa follow dan berteman dengan saya di facebook : Nazifah R, Twitter : @zifah03, dan instagram : @zifahra ^^ ConversionConversion EmoticonEmoticon